Sunatullah atau kausalitas membuktikan segala sesuatu yang ada memiliki penyebab atau asal-usulnya. Akal sehat membenarkan bahwasanya setiap akibat pasti ada penyebabnya. Sebagai contoh, Artificial intelligence (AI) seperti ChatGPT atau Gemini sebagai model kecerdasan buatan diciptakan oleh manusia melalui proses penelitian, pengembangan, dan desain yang kompleks. Prinsip ini juga menjadi landasan banyak argumen teologis dan filosofis yang menyatakan bahwa alam semesta dan hukum-hukum alam yang kompleks memerlukan pencipta atau penyebab utama yang berakal (Tuhan).
Namun, sains dan filsafat sains memiliki cara tersendiri dalam menjelaskan asal mula dan keteraturan alam semesta yang tidak selalu melibatkan konsep Tuhan secara langsung. Berikut penjelasan rinci mengenai bagaimana sains memandang keteraturan ini dan beberapa penjelasan kausalitas terkait hukum-hukum alam.
1. Prinsip Kausalitas dalam Konteks Alam Semesta
Prinsip kausalitas menyatakan bahwa setiap peristiwa atau keberadaan harus memiliki penyebab. Dalam kasus teknologi seperti ChatGPT, penyebabnya adalah manusia, karena manusia yang menciptakan dan mengembangkannya melalui penelitian teknologi. Dalam konteks alam semesta, teori ilmiah seperti Big Bang menyatakan bahwa alam semesta memiliki titik awal di mana seluruh materi, energi, ruang, dan waktu mulai ada.
Meski begitu, sains tidak dapat menjelaskan “apa yang menyebabkan Big Bang” atau “apa yang ada sebelum Big Bang,” karena hukum fisika seperti yang kita kenal saat ini berhenti berlaku pada saat-saat awal Big Bang. Oleh karena itu, sains hanya bisa menjelaskan apa yang terjadi setelah alam semesta muncul, tetapi tidak sepenuhnya bisa menjawab mengapa atau apa yang menyebabkan munculnya alam semesta itu sendiri.
2. Hukum Fisika dan Keteraturan Alam Tanpa Pencipta
Alam semesta tampak teratur dan mengikuti hukum-hukum fisika seperti gravitasi, elektromagnetisme, nuklir kuat, dan nuklir lemah, yang sangat konsisten dan memungkinkan pembentukan galaksi, bintang, planet, serta keberadaan kehidupan. Para ilmuwan memahami keteraturan ini sebagai hasil dari sifat alam yang fundamental dan mendasar.
Salah satu penjelasan ilmiah untuk keteraturan yang terlihat adalah bahwa hukum-hukum fisika ini tidak "diciptakan" melainkan merupakan sifat dasar dari eksistensi alam semesta. Dalam model ini, hukum-hukum alam bukanlah sesuatu yang harus ada secara terpisah dari alam semesta, melainkan bagian yang melekat pada keberadaan alam itu sendiri. Jadi, keteraturan yang kita lihat bisa diibaratkan sebagai "aturan main" yang muncul begitu alam semesta itu ada.
3. Prinsip Fine-Tuning dan Multiverse
Alam semesta tampak "disetel dengan tepat" untuk mendukung kehidupan. Ini sering disebut sebagai fine-tuning. Banyak konstanta dalam hukum fisika, seperti konstanta gravitasi dan kecepatan cahaya, memiliki nilai yang tepat untuk memungkinkan keteraturan dan stabilitas yang mendukung kehidupan. Jika nilai-nilai ini sedikit saja berbeda, mungkin alam semesta akan terlalu kacau atau tidak kondusif untuk terbentuknya bintang dan planet.
Sains mencoba menjelaskan fenomena ini melalui hipotesis multiverse atau alam semesta jamak. Menurut teori ini, ada banyak alam semesta yang masing-masing memiliki hukum fisika dan konstanta yang berbeda. Dalam pandangan ini, alam semesta kita hanyalah salah satu dari banyak kemungkinan, dan kebetulan memiliki hukum dan konstanta yang mendukung keteraturan dan kehidupan. Dengan kata lain, kita melihat alam semesta yang "fine-tuned" karena hanya di alam semesta seperti inilah kita bisa ada dan mengamati.
4. Prinsip Antropik dan Probabilitas Keteraturan
Prinsip antropik menyatakan bahwa kita bisa mengamati keteraturan alam semesta dan keberadaan kehidupan karena hanya di alam semesta yang memiliki hukum fisika seperti ini kita dapat ada. Dalam kata lain, jika alam semesta tidak memiliki keteraturan atau tidak mendukung kehidupan, kita tidak akan ada untuk mengamati dan bertanya-tanya tentang hal tersebut.
Selain itu, dalam fisika modern, mekanika kuantum menunjukkan bahwa meskipun pada skala mikroskopis banyak hal tampak terjadi secara acak, hukum-hukum probabilitas memungkinkan pola keteraturan pada skala besar. Sehingga, keteraturan yang kita lihat dalam alam semesta bisa dianggap sebagai hasil dari pola-pola probabilitas yang bekerja dalam skala besar di bawah hukum-hukum fisika.
5. Keterbatasan Sains dalam Menjelaskan “Pencipta”
Meskipun sains bisa menjelaskan banyak hal tentang bagaimana alam semesta bekerja melalui hukum-hukum alam, sains memiliki keterbatasan dalam menjawab pertanyaan fundamental seperti “mengapa hukum-hukum fisika ini ada?” atau “apa yang menyebabkan alam semesta muncul dari ketiadaan?”
Sains bersifat empiris dan hanya bisa mempelajari hal-hal yang dapat diamati dan diuji. Pertanyaan mengenai asal-usul hukum-hukum alam atau apakah mereka memerlukan “pencipta” adalah topik di luar jangkauan empiris sains dan lebih merupakan wilayah filsafat dan teologi. Oleh karena itu, sains saat ini hanya menjelaskan bahwa alam semesta dapat bekerja dengan keteraturan tanpa menyatakan bahwa keteraturan ini harus diciptakan oleh entitas cerdas.
6. Apakah Hukum Fisika Memerlukan Pencipta?
Bagi sebagian orang, kompleksitas dan keteraturan hukum-hukum fisika ini memang dianggap sangat kecil kemungkinannya bisa ada begitu saja tanpa pencipta. Hal ini mirip dengan prinsip kausalitas yang Anda sampaikan—bahwa ChatGPT memiliki pencipta, sehingga hukum-hukum alam yang kompleks juga dianggap memerlukan Pencipta yang lebih besar, yaitu Tuhan.
Namun, sains tidak mengambil kesimpulan ini. Sebagai sebuah disiplin, sains hanya berfokus pada penjelasan yang bisa diuji, bukan pada spekulasi metafisik. Sains hanya menjelaskan keteraturan alam semesta sebagai sifat dasar dari eksistensi yang kita amati, dan pertanyaan apakah ada Pencipta di balik hukum-hukum ini dibiarkan terbuka sebagai pertanyaan filosofis.
Kesimpulan
Dari perspektif ilmiah, keteraturan alam semesta dijelaskan melalui hukum-hukum fisika yang konsisten dan dapat diamati. Hukum-hukum ini dianggap sebagai sifat dasar dari eksistensi, tanpa perlu asumsi tentang penciptaan oleh entitas cerdas. Teori multiverse dan prinsip antropik juga menawarkan penjelasan bahwa keteraturan alam semesta ini mungkin muncul sebagai hasil dari banyak kemungkinan alam semesta yang ada, dan kita berada di salah satu alam semesta yang mendukung kehidupan.
Namun, argumen kausalitas yang menyatakan bahwa hukum-hukum ini memerlukan pencipta tetap merupakan pandangan yang sah, terutama dalam filsafat dan teologi. Pertanyaan mengenai “siapa” atau “apa” yang menciptakan hukum-hukum ini tetap berada di luar batas sains dan menjadi ranah bagi diskusi filosofis atau religius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar