Senin, 16 Desember 2024

Logika deduktif dan induktif dalam islam

    إن العلم معرفة الحق بدليله

Ilmu Syar'i ialah Pengetahuan terhadap kebenaran (islam) berdasarkan dalil-dalilnya [Syarhu al ushul min ilmi ushul hal 504 Darul ibnu jauzi Mesir 2007]

Kebenaran islam bukanlah sekedar aksioma belaka yakni pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian sebagaimana dogma.

Disinilah metodologi berfikir dalam Islam memiliki banyak model sesuai objek dan tujuannya. Diantara metode berfikir islam ialah berfikir ilmiah (berbasis literasi)‚ logis (mantiq)‚ empiris (tajribiyah) dan rasional (realitas). Pada tema kali ini kita akan mengenal metode berfikir logis berdasarkan logika deduktif dan induktif yang merupakan sarana untuk memahami realitas dan menjelaskan hukum dan tsaqofah & afkar islam : 

1. Logika Deduktif dalam Perspektif Islam

Logika deduktif adalah metode berpikir yang bergerak dari hal-hal umum (prinsip atau premis yang bersifat universal) menuju kesimpulan yang bersifat khusus.

Ciri-ciri logika deduktif:

Premisnya bersifat universal atau umum.

Kesimpulan yang dihasilkan pasti (jika premisnya benar).

Contoh: "Semua manusia akan mati. Ali adalah manusia. Maka, Ali akan mati."

Contoh dalam Islam:

Islam sering menggunakan logika deduktif dalam hukum syariat:

Premis: "Segala yang memabukkan adalah haram."

Premis khusus: "Khamr memabukkan."

Kesimpulan: "Khamr adalah haram."

Keunggulan deduktif dalam Islam:

Menguatkan hujjah atau argumen dalam perkara hukum.

Cocok untuk menjelaskan prinsip-prinsip syariat yang bersifat universal.

Dipakai dalam ushul fiqh dan qiyas (analogi).

Keterbatasan:

Logika deduktif hanya berlaku jika premis dasarnya benar. Jika premis salah, kesimpulan pun akan salah. Oleh karena itu, premis dalam Islam harus didasarkan pada wahyu atau dalil yang sahih.

2. Logika Induktif dalam Islam

Logika induktif adalah metode berpikir yang bergerak dari hal-hal khusus atau data empiris menuju kesimpulan yang bersifat umum

Ciri-ciri logika induktif:

Kesimpulannya bersifat probabilistik atau cenderung benar, tetapi tidak mutlak.

Bergantung pada banyaknya data atau contoh.

Contoh: "Matahari terbit di timur setiap hari. Maka, matahari selalu terbit di timur."

Contoh :

Al-Qur'an sering mendorong manusia untuk merenungkan fenomena alam sebagai bukti kebesaran Allah:

"Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan?" (QS. Al-Ghasiyah: 17).

Melalui pengamatan dan pengkajian terhadap ciptaan Allah, manusia diharapkan menarik kesimpulan tentang keesaan dan kekuasaan-Nya.

Keunggulan induktif dalam Islam:

Mendorong umat untuk berpikir kritis dan mengamati alam sebagai tanda-tanda kebesaran Allah.

Menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan modern, yang pada akhirnya menguatkan iman.

Relevan untuk memahami pola-pola dalam ciptaan Allah dan fenomena kehidupan.

Keterbatasan:

Kesimpulan induktif tidak selalu pasti, sehingga memerlukan validasi lebih lanjut. Dalam Islam, induksi harus tunduk pada wahyu agar tidak menyimpang dari kebenaran.

3. Keselarasan Deduktif dan Induktif dalam Islam

Islam menganjurkan penggunaan keduanya secara seimbang:

1. Deduktif untuk prinsip kebenaran absolut:

Wahyu sebagai premis utama. Contohnya, keyakinan tentang tauhid (keesaan Allah) dan kewajiban ibadah ditetapkan secara deduktif.

2. Induktif untuk mendukung iman melalui pengamatan:

Ilmu empiris, seperti sains, digunakan untuk menguatkan keimanan kepada Allah. Penalaran induktif membantu manusia memahami fenomena alam yang menjadi tanda kekuasaan Allah.

4. Prinsip Logika islam

Islam mengakui akal sebagai alat penting, tetapi logika deduktif dan induktif harus tunduk kepada wahyu. Jika terdapat kontradiksi antara logika manusia dengan wahyu, maka wahyu yang dijadikan pedoman, karena logika manusia memiliki keterbatasan. Maka islam menjadikan Fikrul mustanir yakni pemikiran tasyri'i yaitu berdasarkan kaidah-kaidah Syar'iyah yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba yang bersimpuh dalam penghambaan ilahi

"Dan tidaklah Allah menciptakan langit dan bumi beserta apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah (kebenaran yang mendalam). Demikianlah dugaan orang-orang kafir. Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka." (QS. Shaad: 27)

Khulashoh

Logika deduktif dan induktif sama-sama penting dalam Islam. Deduktif berfungsi untuk menjelaskan hukum-hukum universal berdasarkan wahyu, sedangkan induktif memperkuat iman melalui pengamatan terhadap ciptaan Allah. Keduanya harus diterapkan dengan seimbang dan berpijak pada landasan syariat agar menghasilkan kebenaran yang hakiki sehingga manusia tidak tidak keliru dan tertipu oleh dirinya sendiri serta Syubhat-syubhat pemikiran.

فَلْيَحْذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu takut akan tertimpa fitnah (musibah) atau ditimpa azab yang pedih (Qs An Nuur 24:63) 

Imam Ahmad rahimahullah menjelaskan makna fitnah ( الفتنة هي زيغ القلب) yaitu menyelewengnya hati berpaling dari ketaatan takkala manusia diuji dengan Syubhat dan syahwatnya. Dimana ia alergi (phobia) dengan kebenaran sementara syahwatnya mengetahui kebenaran tapi ia tidak menginginkannya.

إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (Qs Al Ahzab 33:72) 

"Aljuhuula" pada ayat ini yakni tertimpa fitnah berupa Syubhat pemikirannya sedangkan maksud "zhuluum" disini manusia itu sangatlah bodoh yang mudah tertipu oleh syahwat nafsunya [Syarhu al ushul min ilmi ushul hal 107 Darul ibnu jauzi Mesir 2007]

Tidak ada komentar: