Sabtu, 26 Oktober 2024

Logical fallacy menurut islam

        Logical fallacy atau kekeliruan logika dalam khazanah Islam dikenal dengan istilah mughalathoh (مغلطة) yaitu kesalahan dalam penalaran yang dapat membuat argumentasi tampak valid padahal sebenarnya tidak. Baik dalam perspektif Barat maupun Islam, logical fallacy adalah topik penting, tetapi pendekatan keduanya bisa berbeda karena prinsip filosofis yang mendasarinya.

Perbedaan dalam mengkaji dan memaknai logical fallacy (kecacatan berfikir) antara perspektif Barat dan Islam dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya :

 1. Landasan Filosofis dan Epistemologis

   - Barat : Perspektif Barat dalam mengidentifikasi fallacy cenderung berbasis pada prinsip logika formal dan empirisme, yang menekankan ketepatan struktur argumen dan bukti empiris. Pendekatan ini bersifat sekuler dan rasional, berfokus pada konsistensi logika tanpa mempertimbangkan landasan moral atau etis dalam argumen.

   - Islam : Perspektif Islam berakar pada epistemologi Islam yang menekankan pada penggunaan akal sehat (al aql) bersama dengan wahyu (an naql). Oleh karena itu, fallacy dalam logika Islam tidak hanya tentang kesalahan logis tetapi juga pada objectivitas, keadilan dan kejujuran dalam penyampaian argumen. Prinsipnya bukan hanya pada kebenaran logika, tetapi juga kesesuaiannya dengan realitas, kausalitas dan kebenaran Qoth'i.

2. Pendekatan terhadap Ad Hominem

   - Barat : Ad Hominem dianggap sebagai kesalahan logika yang menyerang individu, bukan argumennya. Hal ini dikritik karena mengalihkan perhatian dari inti argumen. Sehingga ad Hominem adalah kesalahan logika ketika seseorang menyerang karakter pribadi lawan bicaranya alih-alih menanggapi argumennya. Ini dianggap kesalahan karena fokus pada pribadi dan bukan argumen.

     - Contoh : "Anda tidak boleh mempercayai argumen dia tentang politik karena dia adalah orang yang korup."

   - Islam : Dalam perspektif Islam, Ad Hominem juga dianggap kekeliruan karena Islam mengajarkan pentingnya menilai argumen secara adil dan objektif, tanpa merendahkan pribadi. Bahkan ketika kita tidak setuju, Islam mendorong sikap hormat dalam berdialog.

     - Contoh : 

أنظر ما قال و لا تنظر من قال

Lihatlah apa yang ia sampaikan, jangan lihat siapa yang menyampaikannya

   Dengan demikian Islam menganggap Ad Hominem tidak hanya sebagai kesalahan logika, tetapi juga sebagai tindakan yang tidak objektif dan tidak adil. Islam menganjurkan untuk menilai argumen berdasarkan isinya, serta menghindari tindakan yang dapat merusak hubungan antar individu dan mengarah pada kebencian atau fitnah.

3. Prinsip Pembenaran dan Sumber Otoritas (Appeal to Authority)

   - Barat : Dalam logika Barat, appeal to authority yaitu menggunakan otoritas sebagai dasar kebenaran bisa menjadi fallacy jika otoritas tersebut tidak relevan atau kompeten dalam topik yang dibicarakan. Jadi Appeal to Authority merupakan kekeliruan yang menganggap argumen benar hanya karena diutarakan oleh otoritas atau ahli. Dalam logika Barat, ini keliru karena otoritas tidak selalu berarti kebenaran.

     - Contoh : "Profesor terkenal ini mengatakan bahwa teori ini benar, jadi pasti benar."

   - Islam : Dalam Islam, appeal to authority bisa diterima jika sumber tersebut adalah otoritas yang terpercaya dalam bidang agama (misalnya para ulama yang berkompeten). Namun, Islam tetap menganjurkan agar setiap argumen didasarkan pada dalil yang jelas (sharih) Serta metode istimbat (Prosedur ijtihad) yang benar bukan sekadar pada tokoh tertentu atau popularitasnya semata.

     - Contoh : "Ulama ini berkata bahwa ini adalah satu-satunya cara yang benar, jadi kita harus mengikutinya tanpa pertanyaan."

Disinilah Islam memberikan otoritas hanya kepada lembaga atau ulama yang kompeten dalam bidangnya yaitu mujtahid, mufti atau ulama yang terpercaya dan argumennya harus disertai dengan dalil yang jelas (naql). Dalam hal ini, Islam menganggap otoritas shahih jika didasarkan pada wahyu, ijma' & qiyas syar'i.

4. Pendekatan terhadap Generalisasi Berlebihan (Hasty Generalization)

   - Barat : Dalam logika Barat, generalisasi berlebihan dianggap keliru karena mengambil kesimpulan berdasarkan bukti yang tidak mencukupi.

   - Islam : Dalam Islam, generalisasi yang tidak berdasar dianggap melanggar prinsip keadilan dan kejujuran. Misalnya, menyamaratakan semua orang dari kelompok tertentu sebagai buruk tanpa bukti yang memadai dianggap sebagai fitnah atau ghibah, dan ini adalah hal yang dilarang dalam Islam.

5. Dikotomi Palsu (False Dilemma)

   - Barat : False Dilemma adalah kekeliruan yang memberikan dua pilihan seolah-olah tidak ada alternatif lain. Ini dianggap keliru karena memberikan pilihan yang terbatas.

False Dilemma adalah kesalahan logika yang membatasi pilihan hanya pada dua opsi, padahal sebenarnya ada pilihan lain. Ini adalah kesalahan karena memberikan pilihan yang tidak lengkap.

     - Contoh : "Jika kamu tidak mendukung kebijakan ini, berarti kamu tidak peduli pada kesejahteraan rakyat."

   - Islam : Islam juga menganggap dikotomi palsu sebagai kesalahan, karena Islam menekankan kebijaksanaan dan mencari jalan tengah dalam banyak hal. Dalam menyelesaikan masalah, Islam menghindari ekstremisme dan mengedepankan jalan yang seimbang.

     - Contoh : "Jika kamu tidak ikut pendapat kelompok kami, berarti kamu tidak benar-benar beriman."

   Dalam Perspektif Islam menolak dikotomi palsu, karena dalam Islam penting untuk mempertimbangkan berbagai alternatif. Prinsip wasatiyyah (keseimbangan) mengajarkan untuk mencari jalan tengah dan tidak memaksakan pilihan ekstrem atau biner.

 6. Implikasi Moral dalam Penyampaian Argumen

   - Barat : Fallacy dalam logika Barat fokus pada ketepatan argumen tanpa menilai dampak moral atau etika dari argumen tersebut.

   - Islam : Perspektif Islam tidak hanya menilai kesalahan logika, tetapi juga menilai apakah argumen tersebut sesuai dengan keadilan & etika Islam. Argumen yang menipu, menghina, atau menyesatkan dipandang tidak hanya keliru secara logis, tetapi juga melanggar prinsip moral dan dilarang oleh Syariah.

 7. Keadilan dalam Penyampaian Argumen

   - Barat : Keadilan dalam penyampaian argumen cenderung berfokus pada kesalahan logika tanpa mengaitkan dengan nilai etika atau moral.

   - Islam : Dalam Islam, keadilan dalam argumen sangat penting. Ketidakjujuran atau manipulasi dalam berdiskusi dianggap melanggar prinsip Islam karena mengarah pada ketidakadilan dan ketidakjujuran dalam menyampaikan kebenaran.

8. Strawman Fallacy

   - Barat : Strawman atau simplifikasi adalah kekeliruan dimana seseorang mendistorsi atau menyederhanakan argumen lawan agar lebih mudah diserang. Ini dianggap kesalahan karena tidak menyerang argumen sebenarnya.

     -  Contoh : "Dia bilang kita harus mengurangi penggunaan plastik, berarti dia ingin semua produk plastik dilarang."

   - Islam : Perspektif Islam mengajarkan untuk berlaku jujur dalam menyampaikan argumen lawan, sehingga distorsi seperti dalam strawman dianggap tidak adil. Prinsip ini didasarkan pada kejujuran dan keadilan dalam dialog.

     - Contoh : "Dia bilang kita harus menegakkan hukum dengan lebih ketat, berarti dia menginginkan hukuman yang ekstrem."

9. Appeal to Ignorance (Argumentum ad Ignorantiam)

   - Barat : Appeal to Ignorance terjadi ketika seseorang menganggap argumen benar hanya karena tidak ada bukti sebaliknya. Ini dianggap keliru karena absennya bukti tidak berarti suatu hal benar atau salah.

     - Contoh : "Tidak ada bukti bahwa alien itu tidak ada, berarti alien mungkin ada."

   - Islam : Dalam Islam, appeal to ignorance juga dianggap keliru karena prinsip Islam menekankan pentingnya menggunakan bukti dan pengetahuan dalam mengambil kesimpulan, terutama dalam hal keimanan. Pengetahuan harus diperoleh melalui dalil (bukti) yang sah.

     - Contoh : "Tidak ada bukti bahwa amal ini dilarang, jadi mungkin itu diizinkan."

Secara umum, perspektif Barat dan Islam memiliki kesamaan dalam menolak logical fallacy, tetapi pendekatan Islam lebih menekankan pada nilai keadilan, kejujuran, dan kebijaksanaan dalam menilai argumen serta mengaitkannya dengan Syariah dan keamanahan.

وَلَا تَلْبِسُوا۟ ٱلْحَقَّ بِٱلْبَٰطِلِ وَتَكْتُمُوا۟ ٱلْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak (benar) dengan yang bathil (keliru) dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya (Qs al Baqarah 2:42) 

Tidak ada komentar: